Bila di tulisan bagian pertama saya menceritakan background acara ini, maka pada tulisan kedua ini saya akan mencoba menceritakan apa yang saya alami dan saya rasakan di kegiatan ini.
Berawal di pagi hari dimana Tim YEP! rencananya akan dijemput oleh pihak GPFF di wilayah Blok M tepatnya di dekat pangkalan bus DAMRI pada pukul 07.30 pagi. “Sungguh pagi” ucap saya dalam hati, oleh karena itu saya berangkat dari rumah pukul 6 pagi menggunakan angkot menuju ke Blok-M. Di tengah perjalanan saya mengontak Aldo yang kebetulan sama-sama berangkat dari wilayah Depok menuju Blok-M, kemudian secara tidak sengaja saya akhirnya bertemu Aldo di dalam metromini bernomor 75 yang memiliki trayek Pasar minggu – Blok M, melihat kondisi jalan di Pasar Minggu yang luar biasa semrawut ditambah “hobi” sang supir ngetem membuat kami cukup stress mengingat Jam tangan kami sama-sama menunjukkan pukul 6.45 “hadeuh, telat deh ini, ditinggal deh, gak jadi deh ikut workshop” racau saya dalam hati sembari bola mata saya bolak-balik ngeliatin Supir yang ngeselin dan jarum jam tangan yang seolah berkejaran dengan degup jantung yang mulai resah.
Akhirnya Alhamdulillah kami tiba di Blok M, tepatnya di depan SMAN 6 Jakarta pukul 7.30 “yeahh, gak jadi terlambat” ungkap hati ini dengan senang sekaligus ngos-ngosan karena sedikit jalan cepat dari terminal Blok-M ke lokasi meeting point yang sebelumnya telah disepakati. Sudah ada beberapa teman di lokasi pertemuan ini, yaitu Ade, Ria, Kiki, Tya, Weni, Wulan, Anggun dan Andry lalu tidak lama berselang seorang teman kami akhirnya tiba juga yaitu Ricky.
Detik demi detik, menit demi menit sudah terlewat dan Jam menunjukkan pukul 7.45, nah lho… katanya mau dijemput pukul 7.30 kok sampe jam segini belum dijemput juga, sampai jam setengah 8 sang penjemput belum juga tiba, kami mulai gak sabar tapi yang paling jelas gak sabar adalah perut kami yang rata-rata belum sarapan karena pagi-pagi sudah harus mulai berangkat dari tempat tinggal masing-masing. Akhirnya kami memutuskan untuk sarapan dulu sama-sama, dan penjual makanan yang beruntung mendapatkan serbuan kami adalah Ibu penjual lontong sayur dan nasi uduk yang letaknya tidak jauh dari gerbang utama SMAN 6 Jakarta. Saya sendiri dengan sigap memsan satu porsi lontong sayur seharga 5000 rupiah, “widiihh, mahal bener ya sarapan di Jakarta” ucap saya dalam hati, karena di Depok dengan 2000 atau 3000 rupiah saja biasanya sudah bisa mendapatkan satu porsi lontong sayur atau nasi uduk yang cukup mengenyangkan.
Lontong sayur yang saya beli itupun habis dalam waktu kurang dari 3 menit, entah kelaparan atau kemasukan setan saya waktu itu… (lol) tapi saya cukup bersyukur daripada harus menunggu bis jemputan datang dalam kondisi perut yang kosong. Akhirnya bis datang, kalau tidak salah sekitar pukul sepuluh, cukup bikin saya gondok juga kalo mengingat tadi pagi sempet stress gegara takut ditinggal (goodluck)
Kami langsung menuju ke Puncak menggunakan bis Big Bird berukuran sedang, karena ternyata pesertanya hanya berjumlah 20-30 orang saja. Di dalam bis saya bertemu dengan teman-teman baru, ada yang masih kuliah di President University Cikarang, ada yang di Atmajaya, dan ada pula yang kuliah di London School of Public relation. Kesan pertama yang saya dapat dari mereka adalah “Waw, Englishnya bagus-bagus semua ya” dan sempet minder juga (worship). Perkenalan pun dimulai dan tiba-tiba seorang panitia acara bernama Jimlee menanyakan pada kami “who is a singer here?” dan parahnya semua temen-temen YEP! bersatu dengan kompak seraya berteriak “Doni…!!!” jjjiaaahhh… gak salah nih? wonk saya sendawa aja suaranya fals..gimana kalo nyanyi… (doh) ternyata emang kayaknya ini anak-anak YEP! udah dari awal ngincer saya buat dikerjain (nottalking)
Sesampainya disana saya beres-beres diri, dan berkumpul untuk melanjutkan ke acara selanjutnya, pembicara pertama adalah dr.Teh Suthye yang jauh-jauh datang dari Malaysia untuk bisa memberikan pengetahuan dan mimpinya mengenai perdamaian global. Materi yang diberikan oleh dr.Teh sangatlah baru dan bermanfaat buat saya, beliau mengatakan bahwa dalam kedamaian global hanya bisa tercipta ketika masing-masing manusia memiliki hati yang cukup besar untuk bisa menerima kelebihan dan kekurangan orang-orang di sekitarnya, dan juga apabila masing-masing kita memiliki hati yang cukup besar untuk membantu orang lain yang kesusahan bahkan tanpa dimintai pertolongan terlebih dulu.
Kata beliau, belakangan ini manusia terlalu asyik menghabiskan uangnya untuk “memperbesar kepala” bukan untuk “memperbesar hati”, betapa tidak bila kita lihat banyak sekali orang-orang dengan kemampuan lebih di luar sana yang ternyata tidak bisa bermanfaat bagi orang-orang di sekitarnya, bahkan cenderung merugikan dengan segala kecerdasan yang disalahgunakannya. Nah besar kecilnya hati/jiwa seorang manusia sangat tergantung dari pola asuh yang diterimanya ketika masih berada di dalam naungan keluarga. Kasih sayang orang tua dengan cara yang baik diklaim dapat membentuk pribadi yang baik pula pada anak, yang dikemudian hari barang kali menjadi orang penting dan berpengaruh. Oleh karena itu dr.The sangat menganjurkan kita para pemuda, bila nanti sudah memasuki masa pernikahan cobalah mencari ilmu yang banyak mengenai cara membesarkan anak dengan kasih sayang yang baik dan benar, dan praktekan ilmu tersebut kepada keturunan kita. Semakin banyak individu pemuda yang mengerti dengan konsep ini, maka perdamaian global bukan lagi menjadi hal yang selama ini dianggap hanya sebagai isapan jempol sekelompok orang yang terlalu tinggi bermimpi. bersambung ke bagian 3
7 replies on “Global Peace Volunteer Camp (bagian 2)”
ehemmm… doni, foto gw nya gk ada…
hasil jepretan gw lumayan yaaaaa ;))
kwwkwkw.. pengen bener eksis ini orang ya, sekali-sekali nyicip perasaan gw donk sebagai fotografer yg jarang banget nongol di putu…ehehehe
ada ria,, tapi jilbabnya doank..
khakha
ho’oh bener banget nih Tya, gak salah… (haha)
udah ngikutin dari tulisan 1, nunggu lanjutannya…(music)
udah on air loh bu yang bagian 3 nya… (goodluck)
makasih udah mau nyimak… (laugh)
Very well written, great job my brother. (applause)